Sunday, October 18, 2009

Sepenggal Catatan Dari Pinggir Sungai Mamberamo ( Bagian 4 )

Kabupaten Mamberamo Raya merupakan suatu daerah yang memiliki topografi yang hampir 100 persen wilayahnya dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan ratusan hingga ribuan sungai –sungai kecil, sehingga kehidupan masyarakatnya sepenuhnya bergantung pada kondisi sungai, terutama menyangkut transportasi hingga pada upaya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bagaimana mereka menjalani dan mempertahankan keberlanjutan hidupnya pada kondisi itu?

Laporan : Alberth Yomo

“Kami punya pisang banyak, kacang tanah banyak, buah merah banyak, dan lain-lain, tapi kami kesulitan untuk menjualnya. Jadi kami hanya ambil itu untuk makan saja, dan yang lainnya tinggal sampai busuk,” ungkap Herman Kusra salah satu tokoh pemuda di Kampung Haya Distrik Roufaer.
Apa yang diungkapkan Herman, merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan yang dihadapi masyarakat yang bermukim di sepanjang sungai Mamberamo dan sekitarnya. Untuk urusan perut, jangan di tanya lagi, mereka punya semuanya. Di darat ada sagu, pisang, buah merah, daging babi, kuskus, tikus tanah dan lain-lain yang melimpah, demikian pula di air, ada ikan Sembilan, mujair, lele jumbo yang ukurannya sempat membuat saya tercengang, luar biasa.
Namun, yang mereka gumuli saat ini, adalah bagaimana hasil-hasil alam itu bisa mereka manfaatkan untuk mendapatkan uang. Bukan tanpa alas an, karena mereka ingin menyekolahkan anaknya melalui pendidikan yang berjenjang dari kampung hingga ke kota, yang tentunya membutuhkan biaya hidup. Selain itu, mereka juga membutuhkan beras, garam, minyak goreng, gula, kopi, sabun, baterei dan kebutuhan lainnya yang harus dibeli dengan menggunakan uang.
Masalah yang menghadang masyarakat Mamberamo, khususnya di jalur sungai Roufaer,adalah mahalnya ongkos transportasi. Satu liter bensin harganya berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 35.000. Dan untuk sampai ke pasar Distrik mereka membutuhkan 100 hingga 200 liter bensin( PP ). Beruntung kalo jual barang laku, supaya bisa bayar ongkos bensin, tapi kalo tdk laku, motoris bisa ngambek. Tapi kadang hasil jualan tidak seimbang dengan ongkos yang dikeluarkan untuk biaya transportasi. Pulang ke kampong, kadang dalam keadaan “kosong”.
“ Pernah kami bawa kacang tanah 3 ton ke Kaso, jual ke Dinas Perekonomian Mamberamo Raya, kami sewa longboat Rp 5 Juta ( PP ), tetapi sampai di Kaso, 3 ton kacang tanah yang kami bawa itu di beli dengan harga Rp 4 Juta, jadi kami pulang “kosong”,” jelas Herman.
Karena itu, Herman minta Pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis untuk memecahkan masalah kemahalan BBM , karena kondisi itulah yang membuat ekonomi masyarakat Mamberamo tidak bisa maju. Selain itu, Herman juga minta agar akses transportasi sungai dan darat segera di bangun, agar masyarakat bisa sedikit terbantukan. ( Bersambung )

No comments:

Post a Comment