Friday, August 21, 2009

Selayang Pandang Kampung Kustra Mamberamo Raya


Mamray- Kampung Kustra, merupakan salah satu kampung dari 7 Kampung (Noyady, Eri, Obogoi, Biri, Wakiyadi dan kampung Towau ) yang berada dalam wilayah Pemerintahan Distrik Mamberamo Tengah Timur Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua.
Untuk sampai di kampung ini, hanya menggunakan 2 sarana transportasi, yakni transportasi udara menggunakan pesawat berbadan kecil jenis Cessna dan transportasi sungai menggunakan perahu.
Dibutuhkan 3- 4 hari perjalanan perhubungan sungai menggunakan perahu kole-kole ( longboat ) atau 1-2 hari menggunakan speedboat dari Ibukota Kabupaten. Kalau menggunakan pesawat, hanya membutuhkan waktu 1 jam 30 menit dari bandara sentani.
Kampung Kustra memiliki luas kurang lebih 25 KM2. Secara geografis Kampung Kustra terletak pada koordinat 02º44’50.8” LS - 137º55’04.7” BT, yang secara fisik kampung Kustra diapit oleh 2 gunung yaitu gunung Wariso dan gunung Hartaru. Di sebelah barat dialiri oleh anak sungai Deilo dan disebelah timur dialiri oleh sungai Hido. Kedua aliran anak sungai tersebut turut memberikan suplai debit air ke badan aliran sungai induk, yakni sungai Oi.
Secara administratif kampung Kustra merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Distrik Mamberamo Tengah Timur yang berbatasan langsung dengan beberapa kampung tetangga yaitu, sebelah barat dengan kampung Noyadi, sebelah timur dengan kampung Haya (Distrik Roufaer), sebelah selatan dengan kampung Biri dan sebelah utara dengan kampung Dusi.
Jumlah penduduk Kampung Kustra adalah 221 Jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga 39 KK, terdiri dari 115 laki-laki dan 104 perempuan yang tersebar dalam dua suku, yakni Banua dan Baudy, dengan marga antara lain Basutey, Orusera, Boleba, Upetaya dan Dima. ( yomo )

Thursday, August 20, 2009

Pengalaman Pertama Bersama Yali Papua ( Bagian- 3/ Habis )


Pagi harinya, Selasa ( 7/7 ), diiringi kicauan burung yang saling berbalas-balasan, saya bangun lebih dulu dari 3 teman lainnya, jam ditangan menunjukkan pukul 05.45 Wit, kemudian perlahan membuka pintu dan keluar menghirup udara pagi yang terasa begitu sejuk. Ternyata di luar sana, tepatnya di tempat perapian, Ibu desa dan tiga orang anaknya sedang duduk, dan nampaknya mereka tengah menghangatkan tubuh mereka di dekat perapian kecil yang menyalah.
Oleh : Alberth Yomo

Selamat pagi mama, sahutku, kemudian mendekati mereka dan ikut menghangatkan badan di perapian itu. Suhu pagi itu, sebenarnya tidak terlalu dingin.” Mama dingin kah? Tanya saya.” Iyo mama sakit ni, jawabnya. Terlihat jelas, raut muka mama desa nampak pucat. “Kaki ini yang bikin sakit, jawan mama desa, sambil menunjuk pada kakinya yang bengkak. Nampaknya bukan bengkak biasa, saya menduga itu penyakit kaki gajah, hal serupa yang saya lihat kemarin, sore pada beberapa penduduk dewasa lainnya di kampung tersebut.
“ Mama ini mungkin penyakit kaki gajah ini, “ kataku. Tapi mama desa mengelak,”bukan, ini hanya bengkak biasa,” jawabnya. Tidak ingin berdebat, saya terdiam sejenak sambil melihat mama desa mengelus-elus kakinya yang bengkak itu. Meski kedua kakinya terlihat sama bengkaknya, namun, yang dielus hanya kaki kanannya.
Beberapa detik kami terdiam, namun tiba-tiba mama desa berbicara, katanya, kalau setiap tamu yang nginap di rumahnya, biasanya membayar Rp 500.000,-, bermaksud menyinggung keberadaan kami, dan berharap kami juga seperti tamu-tamu mereka sebelumnya yang harus membayar sejumlah uang tersebut sebelum meninggalkan rumahnya.
“ Oh begitu kah? Siapa saja yang pernah datang tidur ( nginap ) di mama dong p rumah,” Tanyaku. Mama desa hanya diam. Dalam hati saya berkata, ternyata kamar hotel masih kalah. Kita harus siap-siap mengumpulkan uang untuk membayar penginapan pada rumah yang tampak tidak terurus ini. Ah anggap saja ini sebagai sumbangan, pikirku lagi.
Beberapa saat kemudian, teman-teman lain pada bangun, kemudian saya menyampaikan hal ini pada mereka. Semua pada kaget. “Ah kita bayar saja sesuai dengan apa yang ada di tangan kita, bisa kacau ni biaya perjalanan, belum sampai di tempat tujuan, sudah begini,” ujar Karji, pimpinan tim.
Tidak hanya itu, beberapa saat kemudian, dating beberapa warga meminta rokok, gula dan daun the, kami berikan. Kami kemudian sepakat, untuk secepatnya mengurus longboat. Setelah bernegosiasi dengan pemilik longboat di kampung itu, kami akhirnya sepakat membeli 10 liter bensin, yang harga per liternya Rp 28.000,- membayar sewa longboat dan tenaga motoris yang biaya lebih dari sejuta.
Singkat cerita, tidak mau berlama-lama di kampung tersebut, kami langsung angkut barang menuju dermaga sungai, sambil menungguh persiapan motoris dan longboat. Setelah semuanya siap, kami langsung berangkat menuju desa tujuan, yakni Kampung Kustra. Meski sebenarnya kami masih harus menungguh penjemputan dari kampung Kustra, tapi karena keadaannya seperti itu, kami merasa tidak nyaman, apalagi ada permintaan dari beberapa warga untuk membayar pisang mereka yang kemarin kami nikmati, akhirnya kami percepat, setelah semua permintaan mereka kami lunasi. Kami kemudian menempuh perjalanan menyusuri sungai Oi menuju Kampung Kustra. Sayonara Noyadi………

Wednesday, August 19, 2009

Pengalaman Pertama Bersama Yali Papua ( Bagian- 2 )

Sore itu, saya benar-benar merasakan suasana yang sangat berbeda dari biasanya. Disisi lain merasakan kesejukkan alam yang luar biasa dari hutan di kampung ini, namun pada sisi lainnya, saya merasakan ada suatu keanehan dari tatapan orang-orang di kampung ini. Tatapan penuh tanda tanya, tatapan penuh kecurigaan, dan sebagainya…
Oleh : Alberth Yomo
Setelah melepaskan kepergian AL Grengerickh dengan pesawat yang dipilotinya, kami bergegas mengangkat sejumlah barang bawaan menuju rumah terdekat dari lapter, untuk menitip sementara barang bawaan sekaligus sebagai tempat peristirahatan kami, sambil menunggu jemputan menuju kampung Kustra.
Saat mengangkat barang, tidak terlihat keiklasan dari warga setempat untuk membantu, akhirnya kami meminta tolong kepada beberapa anak kecil untuk membantu, sementara sekitar belasan pria dewasa hanya melihat saja.
Rumah yang kami singgahi, ternyata punya kepala kampung Noyadi, namun hanya istri dan 3 orang anaknya yang berada di rumah tersebut, sedangkan kepala kampung menurut warga setempat, sedang berada di Kasonaweja ( Ibukota Kab. Mamberamo Raya ).
Dalam hitungan menit, sekitar puluhan warga baik dewasa hingga anak-anak sudah berkumpul di sekitar rumah yang kami singgahi, dan memplototi kami dari ujung kaki hingga ujung rambut. Benar-benar aneh perasaan sore menjelang malam itu.
Namun, untuk mencairkan perasaan yang takaruan itu, kami coba mengajak bicara dengan anak-anak usia SD dan SMP, yang saat itu lagi ramai-ramainya memegang busur dan anak panah sesuai ukurannya, sambil memanah buah papaya yang sengaja di lempar jauh kemudian dipanah rame-rame.
Saya kemudian berinisiatif mengadakan lomba memanah, dengan hadiah Rp 5000, ternyata pesertanya sangat antusias, hamper belasan anak mengikuti lomba yang hadiahnya Rp 5000 untuk satu orang. Akhirnya lomba itu menjadi pusat perhatian dan menjadi bahan ketawa sekaligus sebagai sumber pemecah kebisuan.
Setelah tiga kali berturut-turut mengadakan lomba itu, akhirnya kami menjadi akrab bercerita, meski pengucapan bahasa Indonesia mereka agak patah-patah, namun bisa kami mengerti. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan bakar pisang bersama hingga larut malam, kami bubar dan menuju pembaringan masing-masing. ( Bersambung )

Tuesday, August 18, 2009

Pengalaman Pertama Bersama Yali Papua ( Bagian- 1 )


Oleh : Alberth Yomo
Mamray- Hari itu Sabtu ( 4/7/09 ), sekitar pukul 09.00 Wit, saya mendapat sms dari kaka Ricky Buiney ( kaka sealmamater di Unipa Manokwari ),melanjutkan pesan kaka Mardiah yang meminta dua orang sarjana kehutanan untuk dipekerjakan pada Yayasan Lingkungan Hidup ( Yali ) Papua guna penelitian study awal di beberapa kampung dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Mamberamo Raya.
Tanpa berpikir panjang ( karena kebetulan saya memiliki latar belakang pendidikan tersebut ), saya kemudian menghubungi kaka Mardiah, atas petunjuk kaka Mardiah, akhirnya hari itu juga saya bertemu dengan tim Yali Papua yang tengah melakukan rapat persiapan terakhir di aula YPMD Kotaraja.
Singkat cerita, saat itu juga saya menandatangani kontrak kerja bersama Yali Papua, dan selang sehari kemudian, kami sudah berada di Bandar udara sentani untuk berangkat menuju lokasi study.
Tanpa ragu, saya begitu percaya diri melakukan perjalanan menuju tempat yang tidak pernah saya tahu. Apalagi naik sebuah pesawat kecil ( jenis cesna ) yang juga baru pertama saya tumpangi.
Meski sebelumnya, ada perasaan was-was mengingat kasus-kasus kecelakaan pesawat yang belakangan terjadi di pedalaman Papua, namun perasaan itu saya buang jauh-jauh, apalagi saat melakukan penerbangan itu, cuaca begitu cerah.
Setelah melakukan penerbangan sekitar satu setengah jam dengan menikmati panorama hutan Papua yang terlihat dari ketinggian begitu lebat, dengan sejumlah sungai besar kecil berwarna coklat yang berlikuk-likuk, akhirnya kami berhasil mendarat di lapangan terbang Noyadi ( salah satu kampung perbatasan dengan wilayah study ) yang memiliki panjang landasan kurang lebih 100 meter itu.
Jam di tangan menunjukkan pukul 15.00 Wit, kami coba mengecek para penjeput yang sebelumnya sudah dikontak lewat radio panggil ( SSB ). Namun ternyata tidak ada jemputan, akhirnya kami bermalam di kampung Noyadi. Ada cerita yang begitu mengesankan dan juga begitu mengherankan ketika berada sehari di kampung itu…( Ikuti kisahnya berikut…Bersambung )

Mamberamo Raya Epenkah...? Boooo... Jangan Tanya Lagi Paling Epen gitu lo...




Mamray- Papua merupakan daerah yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang sangat beragam dengan nilai keunikannya yang khas. Tingginya keanekaragaman flora dan fauna pada hutan tropis Papua disebabkan karena adanya proses pembentukan pulau new guinea dimana evolusi tektonik, geologi dan sifat batu-batuan yang unik menyebabkan terjadinya perbedaan iklim serta isolasi yang merangsang terjadinya pembentukan species endemik dengan keunikan tersendiri baik flora maupun fauna.
Kabupaten Mamberamo Raya yang memiliki luas kurang lebih 23.813,91 KM2, dengan DAS Mamberamo se luas 7.687.224 Km atau 18,83 % dari total luas DAS di Papua 40.834.951 Km, sangat berbeda dengan DAS yang lain, dengan adanya rawa pantai dan pada bagian tengah terdapat ngarai yang memotong pegunungan Foja-Van Rees. Bagian tengah sungai antara pegunungan ini dan pusat cordillera yang membentuk lahan basah yang luas dan dialiri anak sungai di lereng utara dari pusat pegunungan seperti halnya lereng selatan dari pegunungan Foja-Van Rees.
Dengan demikian aktifitas yang paling sering dilakukan oleh penduduk asli Mamberamo Raya adalah berburu, menangkap ikan dan buaya serta meramu baik sayuran dan sagu. 90% penghidupan penduduk asli bergantung pada sagu sebagai sumber kalori utama. Potensi sagu cukup besar, diperkirakan luasnya 60.000 Ha. Memancing, berburu secukupnya untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga dan sebagian untuk di jual. Aktifitas bercocok tanam yang dilakukan adalah menanam ubi–ubian dan pisang sebagai makanan pelengkap tetapi dalam jumlah yang sangat terbatas. Perburuan buaya adalah yang paling utama untuk memasarkan kulitnya.
Mamberamo dengan kondisi fisik wilayah yang bervariasi turut membentuk ekosistem serta tingkat keragaman hayati (Biodiversity) daerah tersebut. Ekosistemnya yang cukup lengkap, mulai dari daerah sungai, mangrove, rawa, danau, dataran rendah dan dataran tinggi membuat Mamberamo menjadi unik. Disamping biodiversity, Mamberamo pun kaya akan potensi sumberdaya alam yang lain, seperti potensi tambang, hutan, perikanan, buaya serta debit sungai Mamberamo yang mampu menghasilkan energi listrik berkapasitas 10.000 Mega Watt.
Selain itu terdapat 250 spesies pohon yang telah berhasil diidentifikasi, juga spesies lain yang ditemukan antara lain 56 serangga air yang mana 17 diantaranya merupakan spesies baru, lebih dari 480 spesies ngengat, 23 jenis ikan air tawar dan beberapa diantaranya seperti Ikan Mas, Tawes, Lele dan Gabus merupakan spesies introduksi. Para peneliti juga telah mengidentifikasi 21 jenis Katak, 69 jenis Mamalia, 36 jenis Reptilia serta 143 burung dan 65 jenis diantaranya tergolong spesies endemik New Guinea. Di daerah Mamberamo berhasil ditemukan 115 spesies kupu-kupu dan beberapa diantaranya merupakan spesies dilindungi dan juga bernilai komersial.
Untuk melindungi keunikan tersebut, maka ditetapkanlah Kawasan Suaka Margasatwa Mamberamo-Foja yang meliputi Daerah Aliran Sungai Mamberamo, daerah Pegunungan Gautter dan Pegunungan Karamor yang di dalamnya termasuk Distrik Mamberamo Hilir, Mamberamo Tengah, Mamberamo Hulu sampai ke Pantai Timur (Kabupaten Sarmi).
Perkembangan berjalan, kemudian Mamberamo ditetapkan sebagai daerah Kabupaten yang mana upaya percepatan pembangunan merupakan pilihan yang harus dilakukan, terutama pembangunan infrastruktur untuk menunjang jalannya pemerintahan di daerah tersebut. Proses ini tentu membutuhkan Sumberdaya yang tidak sedikit, baik itu manusia, uang, mesin serta sumberdaya alam termasuk memanfaatkan segala kesempatan.
Upaya memacu percepatan pembangunan di wilayah ini, akan berimplikasi pada masyarakat serta lingkungan, terutama penduduk asli di wilayah tersebut. Sebab, pemerintah akan membuka ruang bagi keterlibatan berbagai aktor pembangunan, untuk bersama–sama terlibat dalam pembangunan Mamberamo.
Dalam proses tersebut, akan terjadi pemanfaatan lahan–lahan serta sumberdaya alam milik masyarakat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum, seperti kantor-kantor, rumah sakit, sekolah, dan lain–lain. Seiring dengan pengalihan hak tersebut, maka sekaligus merubah fungsi lahan serta orientasi masyarakat terhadap lahan.
Proses pembangunan di wilayah tersebut, selayaknya direncanakan secara baik dan benar serta arif agar kemungkinan dampak yang akan muncul terutama terhadap masyarakat dan lingkungan, dapat diminimalisir.
Untuk itu, YALI sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat, yang sejak tahun 1994 sampai sekarang bekerja melakukan proses-proses pendampingan serta advokasi bagi hak-hak masyarakat asli di wilayah tersebut, dengan pembelajaran dari proses pembangunan yang berlangsung di Papua umumnya, maka study ini menjadi penting untuk dilakukan sedini mungkin agar mendapat gambaran atau rona awal dari wilayah tersebut termasuk pola penguasaan tanah dan SDA oleh penduduk asli Mamberamo Raya. ( yali papua )