Wednesday, August 19, 2009

Pengalaman Pertama Bersama Yali Papua ( Bagian- 2 )

Sore itu, saya benar-benar merasakan suasana yang sangat berbeda dari biasanya. Disisi lain merasakan kesejukkan alam yang luar biasa dari hutan di kampung ini, namun pada sisi lainnya, saya merasakan ada suatu keanehan dari tatapan orang-orang di kampung ini. Tatapan penuh tanda tanya, tatapan penuh kecurigaan, dan sebagainya…
Oleh : Alberth Yomo
Setelah melepaskan kepergian AL Grengerickh dengan pesawat yang dipilotinya, kami bergegas mengangkat sejumlah barang bawaan menuju rumah terdekat dari lapter, untuk menitip sementara barang bawaan sekaligus sebagai tempat peristirahatan kami, sambil menunggu jemputan menuju kampung Kustra.
Saat mengangkat barang, tidak terlihat keiklasan dari warga setempat untuk membantu, akhirnya kami meminta tolong kepada beberapa anak kecil untuk membantu, sementara sekitar belasan pria dewasa hanya melihat saja.
Rumah yang kami singgahi, ternyata punya kepala kampung Noyadi, namun hanya istri dan 3 orang anaknya yang berada di rumah tersebut, sedangkan kepala kampung menurut warga setempat, sedang berada di Kasonaweja ( Ibukota Kab. Mamberamo Raya ).
Dalam hitungan menit, sekitar puluhan warga baik dewasa hingga anak-anak sudah berkumpul di sekitar rumah yang kami singgahi, dan memplototi kami dari ujung kaki hingga ujung rambut. Benar-benar aneh perasaan sore menjelang malam itu.
Namun, untuk mencairkan perasaan yang takaruan itu, kami coba mengajak bicara dengan anak-anak usia SD dan SMP, yang saat itu lagi ramai-ramainya memegang busur dan anak panah sesuai ukurannya, sambil memanah buah papaya yang sengaja di lempar jauh kemudian dipanah rame-rame.
Saya kemudian berinisiatif mengadakan lomba memanah, dengan hadiah Rp 5000, ternyata pesertanya sangat antusias, hamper belasan anak mengikuti lomba yang hadiahnya Rp 5000 untuk satu orang. Akhirnya lomba itu menjadi pusat perhatian dan menjadi bahan ketawa sekaligus sebagai sumber pemecah kebisuan.
Setelah tiga kali berturut-turut mengadakan lomba itu, akhirnya kami menjadi akrab bercerita, meski pengucapan bahasa Indonesia mereka agak patah-patah, namun bisa kami mengerti. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan bakar pisang bersama hingga larut malam, kami bubar dan menuju pembaringan masing-masing. ( Bersambung )

No comments:

Post a Comment