Thursday, January 14, 2010

Sepenggal Catatan Dari Kampung Bareri Distrik Rouffaer Mamberamo Raya ( Bagian 3 )


“Anak-Anak SD Liburnya Berbulan-bulan, sekolahnya hanya 3 bulan”

Tingginya angka buta huruf di Kampung Bareri dan sekitarnya, merupakan bukti betapa lemahnya kinerja dan dedikasi aparat Pemerintah Daerah kita mengurus dunia pendidikan di Papua, padahal, para pejabat tahu dan sadar, bahwa pendidikan ini merupakan akar dari segala ilmu pengetahuan dan biang dari suatu cita-cita kesejahteraan. Tapi mengapa, masih banyak keprihatinan, seperti kondisi yang terjadi di Kampung Bareri?

Laporan : Alberth Yomo

Bangunannya adalah sebuah rumah panggung, tersusun dari balok dan papan yang berasal dari hutan di sekitarnya, pekerjanya bukan orang dari kampung, melainkan orang jawa, ternate, biak, serui dan lain-lain yang berasal dari luar kampung itu.
Bangunan itu adalah Sekolah Dasar Inpres Kampung Bareri yang dibangun dari tahun 1997 semasa Pemerintahan Kabupaten Jayapura di bawa kepemimpinan Bapak Ir Jan Piet Karafir. Hingga saat ini, bangunan itu masih dipakai sebagai tempat belajarnya 110 anak Kampung di Bareri dan Kampung-Kampung sekitarnya.
Meski jarang digunakan untuk proses belajar mengajar, namun pada beberapa bagian dari bangunan 2 kelas itu telah rusak oleh rayap atau cuaca. Namun, apapun bentuk bangunannya, jika tidak ditunjang oleh kualitas dan profesionalisme guru, tentu sia-sia saja.
SD ini sebenarnya memiliki seorang guru sekaligus Kepala Sekolah yang juga seorang PNS asal kampung itu, tetapi sangat disayangkan, perannya dikeluhkan oleh para orang tua murid. Karena, kegiatan belajar mengajar jarang dilakukan. “Nanti kalo mau Ujian, baru kepala sekolah panggil anak-anak masuk sekolah,” jelas salah satu orang tua di Kampung Bareri.
Dijelaskan oleh warga ini, biasanya anak-anak mereka libur berbulan-bulan, nanti 3 bulan jelang ujian , baru kepala sekolah mengumumkan di gereja untuk masuk sekolah.
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Kepala Sekolah SD Inpres Bareri, Yahya Towoli, dirinya membantah, dan mengatakan, kalau proses belajar tidak berjalan, karena dirinya tidak dihargai sebagai guru, dimana ketika mengajar dalam kelas, tiba-tiba ada orang tua yang datang membawa anaknya untuk pergi kebun, tanpa meminta ijin kepadanya. Karena sering terjadi, dan dilakukan oleh hampir semua orang tua, akhirnya dirinya bertindak seperti itu.
Namun apapun alasannya, ini merupakan suatu kasus dan persoalan mendasar yang perlu mendapat perhatian serius. Apalagi keadaan ini bukan terjadi kemarin, tetapi sudah berlangsung lama, yang selanjutnya mengorbankan anak-anak, banyak yang tidak bisa baca dan tulis, walaupun sudah duduk di kelas 4, 5 atau 6.
Terkait persoalan itu, Sekertaris Desa Kampung Bareri, Roberth Towoli, pernah menghadap Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mamberamo Raya, meminta tenaga guru lain untuk ditempatkan di kampung Bareri, karena dirinya sendiri ikut prihatin melihat kondisi anak-anak mereka di kampung, yang jauh ketinggalan dari teman-temannya di Ibukota Distrik dan Ibukota Kabupaten. Tetapi permintaannya itu sampai sekarang belum terkabulkan.
Roberth bahkan mengakui, bahwa memang benar, anak-anak di kampung Bareri tidak ada satupun yang bisa baca dan tulis, karena menurutnya, hal itu disebabkan oleh kegiatan belajar mengajar tidak berjalan sebagaimana mestinya. ( Bersambung )

No comments:

Post a Comment